Secara logika, malam itu untuk tidur. Istirahat. Semua orang juga tahu. Tapi kenapa, pukul 3 atau 4 subuh, Ibu-Ibu rumah tangga sudah harus menyingkirkan selimut, lantas beranjak ke dapur, masak. Ngapain? Apa tidak bisa ditunda masaknya hingga pukul 7 nanti siang? Kayak kurang kerjaan. Juga malam-malam, ada banyak yang menghabiskan waktu untuk shalat, mengaji. Ngapain begadang? Nanti besok siang jadi mengantuk, tidak produktif bagaimana?
Secara logika, manusia itu membutuhkan makan. Asupan energi. Dalam buku2 medis disebutkan demikian. Lantas terbentuklah ritmenya. Makan pagi, makan siang, dan makan malam. Tapi kenapa, tiba-tiba sepanjang hari, jangankan makan, minum pun tak boleh? Belum lagi, lihatlah, anak-anak usia SD, SMP, juga harus melakukannya? Apa tidak kasihan, toh? Apa tidak tega? Masa' anak kecil disuruh jangan makan dan minum. Ini sungguh terlalu dan tidak logis. Yang makan banyak saja belum tentu produktif, ini malah tidak makan.
Perintah puasa sebulan penuh selama Ramadhan adalah salah-satu ibadah yang silahkan gunakan logika, maka kalian bisa mendebatnya dari ujung ke ujung. Apalagi buat yang memang "rewel" suka mendebat. Ngapain sih kita harus menghabiskan waktu sebulan untuk berpuasa? Kenapa tidak seminggu saja? Kenapa tidak selang-seling? Lima hari puasa, dua hari libur? Bikin repot. Orang2 yang dagang makanan jadi terganggu. Orang2 yang mau cari makanan jadi terganggu. Yang mau hedon, juga terganggu.
Tetapi perintah berpuasa, tidak datang dengan "logika manusia".
Itu benar, hari ini, ada banyak bukti medis yang mendukung betapa baiknya berpuasa selama sebulan bagi tubuh manusia itu sendiri. Tapi saat perintah ini turun seribu tahun lebih dulu, manusia bahkan belum tahu apa itu HDL, LDL, saat perintah Ramadhan turun, manusia belum paham dengan clear alasan medisnya. Lantas kenapa mereka tetap berbondong2 bersedia melakukannya? Karena mereka yakin sekali, Tuhan tahu hal terbaik bagi mereka. Penciptanya tahu persis hal terbaik bagi tubuh mereka. Patuh.
Ada yang tidak patuh? Tentu saja ada, banyak.
Dan Allah tahu persis tabiat manusia tidak patuh, itulah kenapa, perintah ini diturunkan dengan kalimat, "Hai orang2 yang beriman". Tidak menggunakan kalimat, "Hai orang2 yang berlogika". Kata kuncinya di kata "iman". Situ tidak beriman, maka tidak dipanggil "Hai". Jadi situ tidak perlulah rusuh tidak suka, rusuh keberatan. Tidak ada pemaksaan. Sampeyan tidak yakin, tidak masalah. Allah tidak akan mengirim petir ke rumah yang menolak perintah ini.
Tapi saat kita bicara tentang "iman", maka lihatlah, anak2 kecil usia lima tahun, ternyata bisa menyelesaikan ibadah puasa selama 30 hari. Masih kecil sekali, Nak, ringkih badanmu, tapi kamu berhasil menyelesaikannya. Orang tua usia 70, 80 bahkan lebih lagi, juga berhasil menyelesaikannya dengan paripurna. Padahal sudah renta, sakit-sakitan pula. Juga tidak terhitung yang sedang menderita penyakit tertentu, mereka juga berhasil melakukannya. Dengan antusias dan penuh rasa senang. Dengan suka cita dan kemenangan.
Ramadhan adalah ibadah panggilan "Hai". Jika kita tidak terpanggil, maka meskipun sehat wal'afiat, usia juga sedang segar bugar, kita tidak akan melaksanakannya. Kalaupun melaksanakan, hanya jadi beban, hanya karena baiklah, setiap tahun juga sudah melakukannya. Ramadhan hanya tiba di kulit luar saja, tidak mampir hingga ke dalam hati.
-Darwis Tere Liye
Semangat Berpuasa!
Semoga hati-hati kita selalu terpanggil untuk sapaan Allah atas nama orang beriman.
Aamiin YRA
Aamiin YRA
